Jumat, 21 Oktober 2016

Sebuah Pengharapan

Menunggu Pesan darimu. Tak kunjung datang, tak sabar rasanya menanti datangnya pesan itu. Watsap, bbm, semua on dan masih menunggu pesan darimu. Sudah sehari tidak memberi kabar. Entah bagaimna keadaanmu disana. Yang pasti aku sudah tersihir. Tersihir oleh mu dan menjadi diriku yang beda dari biasanya. 

Taukah kau, jika ada laki-laki yang aku pilih hanyalah dirimu. Namun apakah engkau serius atau bercanda? Aku tak tau. Karena aku tak pernah tau bagaimna sebenarnya. Engkau bilang akan mementaskan diri terlebih dahulu sebelum meminangku bukan? Ah, kita masih sama-sama berjuang. Mari saling menyemangati. Apapun yang terjadi di belakang biarlah berlalu. Itu hanya arsip yang perlu di tata hanya pada tempatnya. Tak untuk di ungkit. Maafkan diriku kalau sering sekali aku cerita yang tidak kamu senangi. Tapi kamu diam saja, malah mengajakku tertawa. Oh, entahlah kamu kecewa denganku atau tidak. kecewa atas kecerewetanku. 

Hari hari ini dan hari ke depan serasa masih panjang. Kita punya planning masing-masing, kita susun bersama planing itu. Soal keadaan dan hasil itu sesuai atau tidak dengan rencana, bukan lagi kita yang menentukan. Sang Maha Pencipta the best crator, planning, dan tau mana yang terbaik untuk kita jalani. :). Itu bukan yang selalu kamu bilang ke aku? selesaikan semua jawab, persoalan benar atau salah dan hasilnya berapa itu sudah tidak kita yang mentukan. kita hanya menerima. " Kalau semua hal berjalan sesuai dengan keinginan kita itu bagus,tapi jika tidak maka itu lebih bagus, tuhan yang menghendaki demikian" .

Katamu kita harus kejar mimpi kita dan pertanggungjawabkan mimpi kita. Karena mimpi membuat kita hidup dan ada. Masih ada harapan-harapan tuk hari esok. Trimakasih, sudah sering sekali aku repotkan, walaupun untuk sekedar meminta pertimbangan atau meminta bantuan. Kita masih bisa saling membantu bukan? Kamu baik. Jadi ku mohon jangan pernah berubah untuk diriku. Kamu yang selalu mengingatkan untuk sholat jamaah, disaat ku tak punya siapa-siapa yang mengingatkanku.  Kamu yang baik hati ke semua orang.

Kamu sudah tau bagaimna historis dari diriku. Aku juga baru belajar historis dirimu. Aku tak tau tuhan akan mempertemukan kita dan kamu benar-benar kiriman tuhan untukku atau tidak. Aku tak tau. Yang jelas manusia hanya bisa berrencana dan tuhan yang menentukan. Semoga kita sama-sama mensuport dalam hal kebaikan dan selalu berusaha untuk menjadi peribadi yang lebih baik lagi.

Semarang, 22 Oktober 2016

Kamis, 20 Oktober 2016

Syair Pringatan Hari Santri

1. Mari ashar, ngaji Al-Quran
.Alif bak tak aran turutan
budal bareng nang sekolahn
nganggo sarung, ugo kuplukan
2. Madrasahe aran Diniyah
Ngaji shorof lan jumrumiyah
guru-gurune do nganggo kopyah,
sregep khidmah pingin barokah
3. Budal mondok, budal nyantri.
Karo Bapak sowan Kiyai.
Ngliwet dewe iwake teri,
Sing mangan limo ajange siji
4. Ngajine guru arane balah
Lak wes sorogan ra iso silah
Ngaji bandingan tan soyo berkah
Sholat jamaah du istiqomah
5. Apalane nadhom imrithy
Alfiyah yo kudu titi
Nag tirakate yo kudu gati
Pamit moleh nikah mbk siti
6. Wulan muharom hari santri
kitab kuning ngajine santri
sholawatan kegiatane santri
nderek lampahe pro kiayi

Al-Faqir, Arif bin Ahmad

Khodijahtul kubro
Islamic boarding house Walisongo Semarang
21-10-2016
 

Refleksi Hari Santri 22 Oktober 2016

Melanjutkan Indonesia 

Beberapa tahun terakhir, kehendak untuk mengukuhan Hari Santri secara nasional muncul di mana-mana. Di tingkat akar rumput, dengan berbagai cara ungkap dan salurannya, ada begitu banyak prakarsa yang mencerminkan kuatnya kehendak tersebut. Sementara pada tingkat nasional, wacana “Hari Santri” mengemuka pada banyak pernyataan tokoh, pejabat publik, forum diskusi, dan peliputan media massa.
Secara khusus, sejumlah Organisasi Masyarakat yang terhimpun dalam Lembaga Persaudaraan Ormas Islam (LPOI) bersama-sama menyepakati pentingnya pengukuhan hari santri. Dua belas ormas tersebut ialah Nahdlatul Ulama (NU), Syarikat Islam Indonesia (SII), Persatuan Islam (PERSIS), Al Irsyad Al Islamiyyah, Mathlaul Anwar, Al-Ittihadiyah, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Ikatan DA’I Indonesia (IKADI), Azzikra, Al-Washliyah, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), dan Persatuan Umat Islam (PUI). Beriringan dengan itu, TNI Angkatan Laut dan Kementerian Agama jua mengadakan persiapan untuk menyongsong peringatan Hari Santri.

Mengapa Hari santri?

Di sepanjang jalur kesejarahannya, keutuhan Indonesia berkali-kali diuji. Dalam tiap ujian itu, santri selalu hadir menjaminkan diri untuk mengawal keutuhan tersebut. Jauh sebelum diproklamasikan, bagi santri, Indonesia atau nusantara merupakan tanah-air yang wajib dibela. Tidak sempurna keimanan seseorang, hingga ia mencintai tanah-airnya. Kesadaran bertanah-air ini hidup melalui jaringan pengetahuan dan gerakan yang tersebar di seantero pulau dengan masjid, pondok pesantren, dan tarekat sebagai simpul-simpul utamanya.
Dalam kenyataan, Santri adalah masyarakat Indonesia yang beragama Islam, bukan sekadar muslim yang kebetulan berada di Indonesia. Dengan pengertian ini, segala jenis usaha pembenturan santri dengan kelompok-kelompok lain di negeri ini sudah pasti mentah. Kecintaan terhadap tanah air selalu mengatasi sentimen kelompok.
Membela tanah-air berarti membela agama. Hal ini merupakan sesuatu yang secara spiritual diyakini, secara gagasan dipikirkan, dan secara empiris dikerjakan. Kenyataan yang demikian ini terus-menerus meluas dalam ruang dan memanjang dalam waktu. Meluas dalam ruang sebab kesadaran bertanah air diungkapkan di banyak tempat dengan ekspresi yang sangat beragam. Memanjang dalam waktu sebab terdapat mata-rantai pengetahuan dan tradisi yang terus-menerus bersambung.
Hari santri perlu dikukuhkan dan diperingati sekurang-kurangnya karena dua alasan. Pertama, sebagai penghormatan atas jasa pahlawan. Pengakuan semacam ini penting bagi generasi sekarang agar tak tercerabut dari kampung halaman sejarahnya. Kedua, sebagai pembangkit patriotisme. Ini relevan sebab sejumlah gagasan yang belakangan bermunculan di Indonesia  tidak banyak yang sungguh-sungguh memiliki komitmen keindonesiaan.

Mengapa 22 Oktober?

Hari Santri bukan sebatas hari orang Islam. Hari Santri ialah hari Orang Indonesia yang beragama Islam. Karenanya, hari santri bukan sejenis hari raya yang bisa diperingati secara universal di seluruh dunia. Sudah semestinya momen yang dipilih merepresentasikan substansi kesantrian, yakni spiritualitas dan patriotisme. Dalam konteks global, substansi ini merupakan anugerah yang belum tentu dimiliki umat Islam di belahan bumi lain.
Dari sejumlah aspirasi yang berkembang selama ini, tanggal 22 Oktober 1945 merupakan pilihan yang paling mewakili substansi tersebut. Inilah tanggal ketika Mahaguru Kyai Hasyim Asy’ari mengumumkan fatwanya yang masyhur disebut sebagai Resolusi Jihad.
Resolusi jihad lahir melalui musyawarah ratusan kyai-kyai dari berbagai daerah di Indonesia untuk merespon agresi Belanda yang kedua. Resolusi jihad memuat seruan-seruan penting yang memungkinkan Indonesia tetap bertahan dan berdaulat sebagai negara dan bangsa. Fatwa ini menyerukan bahwa setiap muslim wajib memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan Indonesia, pejuang yang mati dalam medan perang kemerdekaan disebut syuhada, dan warga negara Indonesia yang memihak penjajah dianggap sebagai pemecah belah persatuan dan harus dihukum mati.
Dalam situasi kritis dan darurat, mempertahankan kemerdekaan tanah-air bernilai fardlu ‘ain (wajib secara perseorangan) dan kehilangan nyawa akibat daripadanya merupakan syahid. Berbeda dengan pihak-pihak yang menggunakan doktrin jihad sebagai dasar aksi teror, jihad dalam keyakinan santri menyatu dengan kesadaran bertanah-air. Tanah air, bagi santri, adalah urusan hidup-mati. Kutipan berikut menunjukkan bagaimana spiritualitas dan patriotisme hadir dalam rumusan yang padu dan menggugah:
“Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe fardloe ‘ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itu djadi fardloe kifajah (jang tjoekoep, kalaoe dikerdjakan sebagian sadja)…”
Fatwa ini selama berpuluh-puluh tahun kemudian tetap segar dan hidup dalam ingatan kolektif banyak orang di berbagai penjuru Indonesia. Ini bukan sesuatu yang mengherankan. Sebab, dilihat sebagai kurva peristiwa, Resolusi Jihad memang mengakar pada mata rantai perjuangan yang panjang dan menggerakkan begitu banyak kekuatan rakyat. Penelitian sejarah atas peristiwa ini memperlihatkan bahwa, dari segi substansi dan jaringan gerakan, Resolusi Jihad bisa ditarik jauh hingga masa Perang Jawa seabad sebelumnya. Pada kronika berikutnya, Resolusi Jihad menjadi preseden yang memungkinkan rentetan peristiwa monumental lain. 10 November yang diperingati sebagai Hari Pahlawan merupakan akibat lanjutan peristiwa 22 Oktober. Dalam takaran akal sehat, bahkan sulit membayangkan proklamasi 17 Agustus 1945 bisa diselenggarakan andai tidak didahului Resolusi Jihad.
Hari Santri adalah penanda dengan spirtualitas dan patriotism sebagai acuan maknanya. Maka, mengukuhkan 22 Oktober sebagai Hari Santri ialah usaha menyambung sejarah, ialah ikhtiar melanjutkan Indonesia


Alasan Hari Santri Menurut Gus Rozien

Ketua Pengurus Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) KH Abdul Ghoffar Rozien menyerukan agar Presiden Joko Widodo menepati janjinya dalam kampanye. Jika Presiden pernah mengusulkan 1 Muharam, RMI berpendapat 22 Oktober lebih tepat karena alasan historis.
<>
“Ribuan pesantren dan jutaan santri sudah menunggu keputusan Presiden terkait dengan Hari Santri Nasional. Kebijakan itu, menguatkan marwah negara,” ungkap Rozien

Ia mengatakan, langkah presiden Jokowi sudah tepat untuk memberikan penghormatan kepada santri, karena jasa-jasa pesantren di masa lalu yang luar biasa untuk memperjuangkan kemerdekaan serta mengawal kokohnya NKRI,” terang Gus Rozien.

Menurut Gus Rozien, latar belakang pentingnya Hari Santri Nasional adalah untuk menghormati sejarah perjuangan bangsa ini. “Hari Santri Nasional tidak sekadar memberi dukungan terhadap kelompok santri. Justru, inilah penghormatan negara terhadap sejarahnya sendiri. Ini sesuai dengan ajaran Bung Karno, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah, Jas Merah!” tegasnya.

Tiga Alasan Dasar

Gus Rozien menambahkan, ada tiga argumentasi utama yang menjadikan Hari Santri Nasional sebagai sesuatu yang strategis bagi negara. “Pertama, Hari Santri Nasional pada 22 Oktober, menjadi ingatan sejarah tentang Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ari. Ini peristiwa penting yang menggerakkan santri, pemuda dan masyarakat untuk bergerak bersama, berjuang melawan pasukan kolonial, yang puncaknya pada 10 November 1945,” ungkap Gus Rozien.

Kedua, lanjutnya, jaringan santri telah terbukti konsisten menjaga perdamaian dan keseimbangan. Perjuangan para kiai jelas menjadi catatan sejarah yang strategis, bahkan sejak kesepakatan tentang darul islam (daerah Islam) pada pertemuan para kiai di Banjarmasin, 1936.

“Sepuluh tahun berdirinya NU dan sembilan tahun sebelum kemerdekaan, kiai-santri sudah sadar pentingnya konsep negara yang memberi ruang bagi berbagai macam kelompok agar dapat hidup bersama. Ini konsep yang luar biasa,” tegas Gus Rozien.

Rumusan ketiga, ungkap Gus Rozien, yakni kelompok santri dan kiai-kiai terbukti mengawal kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Para kiai dan santri selaluh berada di garda depan untuk mengawal NKRI, memperjuangan Pancasila. Pada Muktamar NU di Situbondo, 1984, jelas sekali tentang rumusan Pancasila sebagai dasar negara. Bahwa NKRI sebagai bentuk final, harga mati yang tidak bisa dikompromikan,” jelas Gus Rozien.

Dengan demikian, Gus Rozien menambahkan, Hari Santri bukan lagi sebagai usulan ataupun permintaan dari kelompok pesantren. “Ini wujud dari hak negara dan pemimpin bangsa, memberikan penghormatan kepada sejarah pesantren, sejarah perjuangan para kiai dan santri. Kontribusi pesantren kepada negara ini, sudah tidak terhitung lagi,” tegas Rozien.

Sementara, adanya kritik terhadap rencana penetapan Hari Santri Nasional, menurut Gus Rozien merupakan hal yang wajar. “Itu merupakan hak bagi setiap individu maupun kelompok untuk memberikan kritik. Kami merespon dengan baik dan santun. Akan tetapi, jelas argumentasi epistemiknya lemah jika menggunakan teori Gertz, yang sudah dikritik sendiri oleh kolega-koleganya, semisal Talal Asad, Andrew Beatty, Mark R Woodward, dan beberapa peneliti lain. Selain itu, kelompok abangan juga sudah banyak yang melebur menjadi santri,” terang Rozien.
 
SUMBER: www.nu.or.id , www.harisantri.id

Jika Kebanyakan teman-teman di facebook, bbm, mempringati hari santri dengan cara membuat profil picture yang disampingnya ada embel-embel Resolusi Jihad Hari santri 22 Oktober dan di sampingnya di berifoto pribadi. Sya lebih suka mempringatinya dengan menuliskan di blog ini Refleksi dari hari santri itu sendiri. Menurut saya Hari santri ini memang memiliki historis dan tujuan yang baik. Agar kita selalu ingat bahwa Islam mengajarkan kita untuk selalu menjaga persatuan dan kesatuan. Tidak hanya mengurusi ihwal syariah saja naum juga Hubbul Wathon (Cinta Tanah Air). Dua Kalimat untuk islam yaitu Universal dan Rahmatan Lil alamin. Dari ngendikanipun KH. Hasyim Asyari yang sebagaimana sudah di jelaskan diatas. Beliau merupakan pencetus dari Resolusi Jihad yang sampai sekarang Jasanya Selalu di kenang dan di lanjutkan oleh santri dan penerus-penerus bangsa untuk menjaga keutuhan dan perdamain di Tanah Air Tercinta. Sampai sampai IJtihad Hukum dari Cinta Tanah air ini adalah Fardhu Kifayah.

Di Semarang, akan diadakan Kirab Hari Santri di simpanglima. Yang mana pesertanya adalah semua pondok pesantren yang ada di Semarang.  Selain itu ada prosesi pagelaran rabana dan penghargaan bagi santri yang berprestasi. 

Kesimupulannya adalah Saya Cinta Indonesia. Saya Cinta Tanah Air.  Saya banggga menjadi Santri. :)
Untuk santri, tetaplah selalu berijtihad dan jagalah perdamaian dan keutuhan negara kita. Berkontribusilah dalam setiap lini kehidupan baik sosial, politik, ekonomi, pendidikan. Berbuatlah semampumu untuk bisa ikut serta dalam membangun Peradaban Indonesia yang lebih baik. Mari singkirkan pemikiran-pemikiran dan prilaku yang membuat kita lupa akan tanggungjawab. Sadiri, Kita diciptakan dengan potensi, kemmpuan dan keadaan yang berbeda. Namun jangan sampai hal itu membuat kita kecil dan kerdil. Ambilah pelajaran dan cari sisi positifnya agar bisa menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih baik lagi. Belajar, Belajar, dan Terus Belajar.

Selamat Mempringati Hari santri Nasional :D

Semarang, 21 Oktober 2016

Rabu, 19 Oktober 2016

CERITA DIRIKU

 Assalamualaikum...
Assalamualaikum teman, Inilah masa dimana Bebas tanpa tugas, bebas berekspresi, bebas kesan kemari, dan bebas berkreasi. hihi. Trimakasih Kluarga besar BMC 2012. Dengan kalian aku punya cerita. Banyak sekali cerita dan kenangan itu sampai tak muat kali ya kalo di tulis semua. hehe. Bercanda deh.

 Babak baru
Trimakasih kamu, yang menyihir hatiku, trimakasih untuk kesediaannya menemaniku untuk berjuang. Semoga kamu tidak lelah mendengarkan aku yang cerewet ini.  he, peace. Ada orangnya yang baca, ntar marah dia. Hai, boleh kah kutahu mengapa kamu mau menemaniku. Aku banyak kekurangan, ini dan itu. Ah, sudahlah kamu tak mau mendengarnya bukan? cinta itu memang buta. sebuta malam di tengah hari.

Chattingan sampai jam dua malam. Ngapain coba itu? hanya bahas keadaan yang aneh. Namun apakah aku sudah yakin dengan semua itu? entahlah biarkan waktu yang akan menjawab. Kamu mungkin terlalu sempurna untukku. Ah, sudahlah biarkan semua mengalir seperti air mengalir. Semua yang terjadi sudah di takdirkan. Jadi Tak akan ku takuti ganasnya Hidup ini. Kan ku lawan dengan keganasan pula. haaa. Kadang melihatmu bertingkah lucu itu aneh bagiku. Tapi apa daya diri ini.



 Ku ikuti skeario Tuhan saja
Semarang, 12 September 2016

Belajar Tausiyah

Foto disamping ini merupakan foto teralim menurutku. Hahaha. Iya mengapa aku katakan teralim. Saya baru memberi tausiyah pada Ibu-Ibu di Desa Pangkalan, Margoyoso Pati. Grogi banget rasanya, soalnya belum pernah ngasih tausiah begitu. Dulu waktu zaman MA pernah tapi kan di depan kelas. Beda dengan yang kaya itu. Bener bener kaya bu Nyai. Iya guruku memang luar biasa. Sudah membekali sedini Mungkin.

Maklum kala itu Yang jurusannya dakwah tidak ada yang mau dan maju kedepan sehingga ya mau nggga mau sih. Aku mengiyakan saran teman-teman, meskipun ada masalah yang sedang terjadi.

Dan Akhirnya akupun mampu untuk membawakannya. Hehe. Itu pembukaannya diajari pak Lurah pake bahasa jawa Alus. Isinya aku belajar sendiri. Tapi yang ku tampilkan kurang maksimal.

Kala itu waktu Kuliyah Kerja Nyata. Maklum di Desa ini ada dua orang punden atau bisa disebut dengan "orang sakti kala dulu yang menjadi penjaga Desa ini" Kata ketua RT 02 Di desa Pangkalan.

Padahal Pada saat itu kami baru berada dua hari di desa itu tapi sudah banyak agenda yang menunggu. Dari Kumpulan Ibu-Ibu PKK. Kumpulan Prangkat Desa. Dan mengikuti kegiatan kegamaan rutin di sana setiap harinya.

Maklum kampus kami adalah kampus UIN yang mna berwawasan islam sehingga kami juga harus menonjolkan keagamisan dari UIN itu sendiri. KKN Kami bertemakan POSDAYA BERBASIS MASJID. Dalam tema itu dihimbau Mahasiswa mampu untuk mengembalikan fitrah masjid sebagai sentral dari kegiatan-kegiatan masyarakat. Tidak hanya dalam bidang agama namun juga bidang bidang yang lain seperti pendidikan, sosial, ekonomi, dan politik. Realitanya memang sekarang masjid hanya cenderung digunakan untuk kegiatan keagamaan saja. Dan terkadang juga pendidikan.

Kala itu kami di Tugaskan di Desa ini untuk mengabdikan diri pada Masyarakat Desa ini. Akupun tak kalah semangat untuk ikut serta dalam semua kegiatan yang kami akan planningkan.

Posko kami terbilang posko yang sangat aktif. Pasalnya jika posko posko lain ada waktu untuk jalan-jalan dang hang out lebih lama. Posko Kami Berbeda. Sabtu Minggu saja ada kegiatan tambahan. Jadi kami tak sempat hang out terus kalo weeked.

Disamping keaktifan itu, Posko kami adalah posko yang paling Hebat menurutku. Posko yang sangat care antara satu dengan yang lain. Naitanku sebelum berangkat KKN adalah menimba ilmu dan belajar. Dan ALhamdulilah banyak sekali pelajaran yang aku dapat di sana. Alhamdulilah.


Hihi, maaf ya tulisannya tidak sistematis. Maklum sedang semangat menuliskan semuanya.

Pati, 29 Mei 2016

Radikalisme (Sejarah Peradaban Islam)



I.            PENDAHULUAN
Indonesia merupakan sebuah negara yang berideologi pancasila. `Dengan jumlah penduduknya mencapai 237 juta jiwa pada tahun 2010. Indoneia adalah negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia, meskipun secara resmi Indonesia bukanlah negara Islam.
Mayoritas muslim di Indonesia adalah Islam Moderat, yang memandang Islam dan demokrasi tidak bertentangan sehingga mereka menerima demokrasi dan mendukung sistem negara yang berlaku di Indonesia. Sedangkan sebagian muslim lainnya, misalnya FPI, HTI, MMI, JAT, dan lainnya. Mereka berpendapat bahwa pembentukan khilafah dan penerapan syariah secara langsung sebagai konstitusi di Indonesia.
Maka dalam makalah ini, akan dibahas mengenai gerakan radikal di Indonesia. Dengan tujuan untuk meminimalis pengkaderan organisasi-organisasi yang bersifat radikal.

II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Apa pengertian dari gerakan radikal ?
B.     Bagaimana gerakan radikal di Indonesia ?
C.     Apa perbedaan gerakan radikal islam dengan gerakan islam terdahulu ?

III.            PEMBAHASAN
A.    Pengertian Gerakan Radikal
Radikal secara kebahasaan (lughawi) berarti “akar”, atau “sesuatu yang mendasar”. Secara istilah, radikalisme adalah paham atau aliran yang radikal dalam tatanan politik; paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial atau  politik dengan cara kekerasan atau drastis; atau sikap ekstrem dalam aliran politik.[1]
 Pada dasarnya istilah radikalisme atau kelompok garis keras bukanlah merupakan konsep yang asing. Secara universal ada tiga kecenderungan yang menjadi indikasi radikalisme:
1.      Radikalisme merupakan respons terhadap kondisi yang sedang  berlangsung, biasanya respons tersebut muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan atau bahkan perlawanan.
2.      Radikalisme tidak berhenti pada upaya penolakan, melainkan terus berupaya mengganti tatanan yang ada dengan bentuk tatanan lain. Ciri ini menunjukkan bahwa didalam radikalisme terkandung  suatu program atau pandangan dunia tersendiri untuk mewujudkan social change.
3.      Kuatnya keyakinan kaum radikalis  akan  kebenaran program atau ideologi yang mereka bawa.
Mantan presiden Amerika Serikat, Richard Nipon menyebutkan lima ciri kaum fundamentalis (radikal) Islam :[2]
1.      Mereka yang digerakkan oleh kebencian yang besar kepada kaum barat.
2.      Mereka yang bersikeras untuk mengembangkan peradilan Islam yang lalu.
3.      Mereka yang bertujuan untuk mengaplikasikan syariah Islam.
4.      Mereka yang mempropagandakan bahwa Islam adalah agama dan negara.
5.      Mereka menjadikan masa lalu sebagai penuntun bagi masa depan.
B.     Gerakan radikal di Indonesia
Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, jadi mereka ingin menjadikan negara Indonesia bersyari’at Islam. Lengsernya Soeharto pada tahun 1998 tambah membukakan pintu bagi lahirnya organisasi dan perkumpulan politik pasca berakhirnya kekuasaan Orde Baru. Perubahan-perubahan politik yang mengiringi laju gelombang demokrasi dapat dilihat melalui beberapa hal, antara lain terciptanya ruang kebebasan pers, aksi dan gerakan protes sosial yang semakin leluasa.
Berlangsungnya pemilihan umum tahun 1999 secara lebih demokratis mengakibatkan berdirinya organisasi dengan corak ideologis dan kenyakinan yang beraneka ragam. Termasuk lahirnya organisasi Islam yang menyuarakan ideologi sangat radikal.
Dengan bergulirnya demokrasi yang ada di Indonesia ini memudahkan organisasi-organisasi Islam untuk mengekpresikan dengan sangat terbuka ide-ide dan cita-cita perjuangannya. Beberapa organisasi Islam fenomenal, yang karena aktivitasnya kemudian dianggap radikal. Organisasi-organisasi ini tumbuh dan berkembang ditengah masyarakat, dan memunculkan banyak persoalan krusial terkait dengan nilai-nilai demokrasi.
Di Indonesia terdapat dua kelompok Islam yaitu Islam garis keras, dan Islam moderat. Keduanya dapat diklasifikasikan dengan definisi dasar, yaitu:[3]
1.      Islam moderat; diklasifikasikan sebagai individu dan organisasi.
a.       Sebagai individu
Individu moderat adalah individu yang menerima dan menghargai pandangan dan keyakinan yang berbeda sebagai fitrah; tidak mau memaksakan kebenaran yang diyakininya kepada orang lain, baik secara langsung atau pemerintahan; menolak cara-cara kekerasan atas nama agama dalam bentuk apapun; menolak berbagai bentuk pelarangan untuk menganut pandangan dan keyakinan yang berbeda sebagai bentuk kebebasan beragama yang dijamin oleh Konstitusi Negara; menerima Dasar Negara Pancasila sebagai landasan hidup bersama dan bentuk Negara Kesatuan Republik  Indonesia (NKRI) sebagai  konsensus final  (kesepakatan akhir)  dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang melindungi perbedaan dan keragamaan yang ada di tanah air.
b.      Sebagai organisasi
Organisasi moderat adalah kelompok yang memiliki karakteristik seperti yang tercermin dalam karakteristik individu moderat, ditambah visi dan misi organisasi yang menerima Dasar Negara Pancasila sebagai landasan hidup bersama bangsa Indonesia dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai konsensus final dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2.      Islam garis keras; diklasifikasikan sebagai individu dan organisasi.
a.       Sebagai individu
Individu garis keras adalah orang yang menganut pemutlakan atau absolutisme pemahaman agama; bersikap tidak toleran terhadap pandangan dan keyakinan yang berbeda; berperilaku atau menyetujui berperilaku dan/atau mendorong orang lain atau pemerintah berperilaku memaksakan pandangannya sendiri kepada orang lain; memusuhi dan membenci orang lain karena berbeda pandangan; mendukung pelarangan oleh pemerintah dan/atau pihak lain atas keberadaan pemahaman dan keyakinan agama yang berbeda; membenarkan kekerasan terhadap orang lain yang berbeda pemahaman dan keyakinan tersebut; menolak Dasar Pancasila sebagai landasan hidup bersama bangsa. Indonesia; dan/atau menginginkan adanya Dasar Negara Islam, bentuk Negara Islam atau pun Khilafah Islamiyah.
b.      Sebagai organisasi
Organisasi garis keras adalah kelompok yang merupakan himpunan individu-individu dengan karakteristik yang disebutkan diatas, ditambah visi dan misi organisasi yang menunjukkan orientasi tidak toleran terhadap perbedaan, baik semua karakter ini ditunjukkan secara terbuka atau tersembunyi.
Dapat disebut beberapa organisasi Islam berhaluan radikal kemudian cukup memberikan pengaruh luas dalam kepolitikan di era transisi demokrasi, antara lain Front Pembela Islam (FPI), Laskar Jihad (LJ) Ahlussunnah wal Jamaah, Majelis Mujahid Indonesia (MMI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan Gerakan Negara Islam Indonesia (NII).[4]
Berikut ini beberapa gerakan radikal di Indonesia :
1.      Front Pembela Islam (FPI)
Kelahiran FPI secara resmi dideklarasikan pada tanggal 17 Agustus 1998 di Pondok Pesantren Al Umm, Cempaka Putih, Ciputat. Dasar berdirinya FPI menurut Habieb Rizieq dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap semakin maraknya tindak kemaksiatan dan ponografi.[5] FPI dideklarasikan dan dipimpin oleh Habieb Muhammad Rizieq Shihab. FPI bermarkas di permukiman keluarga Habieb Rizieq (Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat). Pada tahun 2005, FPI berdiri di 26 provinsi di Indonesia.
Sesuai latar belakang terbentuknya FPI, mulanya organisasi tersebut bukanlah sebuah organisasi politik. Salah satu pernyataan yang tertulis dalam Anggaran Dasar FPI adalah “menegakan amar ma’ruf nahi mungkar dalam segala aspek kehidupan”. Aktifitas yang dilakukan FPI misalnya, melakukan penyisiran dan perusakan lokasi-lokasi maksiat. Namun, seiringnya waktu FPI berkembang dengan mengkritisi berbagai persoalan politik.
Aktifitas FPI yang mengkampanyekan gerakan antikemaksiatan tersebut menimbulkan penilaian negatif pada masyarakat. Terdapat isu yang menempa FPI yaitu menyatakan bahwa FPI merupakan alat yang digunakan bandar judi dan pengusaha pemilik hiburan yang saling bersaing.
2.      Laskar Jihad Ahlussunnah wal Jamaah
Laskar jihad merupakan bagian dari gerakan salafy. Gerakan salafy berasal dari gerakan Wahabiah yang bersumber dari seorang ulama pembaharu, yaitu Muhammad bin Abdul Wahab. Ide dan gerakan yang dilakukan dalam rangka pemurnian tauhid dari segala macam syirik dan bid’ah.[6] Aktifitas laskar jihad itu misalnya, menghancurkan tempat-tempat, makam-makam yang dianggap keramat oleh sebagian umat Islam.
Ajaran salafy masuk Indonesia melalui mahasiswa Timur Tengah, khususnya Arab Saudi dan Kuwait. Dua negara tersebut merupakan sumber utama pendanaan untuk aktivitas laskar jihad. Kelompok salafy di Indonesia melakukan aktivitasnya melalui pendidikan pesantren. Beberapa pesantren salafy telah menyebar di Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi.
3.      Majelis Mujahidin Indnesia (MMI)
MMI dideklarasikan melalui konkres yang diadakan tanggal 5-7 Agustus di Jogyakarta. Sikap politiknya yang keras berkaitan dengan soal syariat Islam dan Negara Islam. Semangat dasar yang mellatari diadakannya kongres MMI diilhami sebuah semangat untuk mewujudkan syariah Illahi dan dilatari oleh kesadaran akan pentingnya menyelaraskan langkah perjuangan untuk menuntaskan persoalan kritis dan krusial keutamaan maupun kemanusiaan, yaitu tegaknya syariah Islam.[7]
4.      Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)
Pada pertengahan tahun 1980-an, Abdurrahman al Baghdadi di undang oleh pesantren al-Ghazali di Bogor. Mulai itulah ia memperkenal hizbut tahrir kepada santri-santri dan tokoh Islam, sehingga terjalin komunikasi secara intensif. Aktivitas HTI lebih banyak berpusat di kampus-kampus dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Gerakan HTI dilakukan secara sembunyi-sembunyi karena keberadaan hizbut tahrir dilarang dibeberapa negara Arab (Jordania, Syiria, Mesir, dll). Beberapa tokoh hizbut tahrir itu telah menjadi buronan pemerintah negara-negara tersebut. Hizbut tahrir menekan pada pembentukan khilafah islamiyah. Mereka menganggap khilafah islamiyah merupakan solusi untuk semua permasalahan. Aktivitas diskusi mereka bertema “Selamatkan Indonesia dengan Syariah”. Penyebarannya dilakukan dengan mengumpulkan massa besar-besaran di suatu tempat, biasanya diisi hal-hal yang berkaitan dengan kehancuran dalam segala kehidupan dan pembentukan khilafah islamiyah untuk sebuah solusi.
Dalam risalah “Mengenal Hizbut Tahrir” jelas dinyatakan bahwa hizbut tahrir adalah partai politik yang berideologi Islam. Politik merupakan jalan dimana hizbut tahrir memperjuangkan misinya dan ideology hizbut tahrir adalah Islam. Perjuangan hizbut tahrir ditujukan untuk menjadikan Islam sebagai persoalan utamanya, serta membimbing untuk mewujudkan kembali sistem khilafah dan menegakkan hukum yang diturunkan Allah di dalam realisasi kehidupan.[8]
5.      Negara Islam Indonesia (NII)
NII merupakan gerakan Islam bawah tanah yang bertujuan memperjuangkan terbentuknya negara Islam. Perkumpulan NII berakar dari perjuangan Soekarmadji Marijan Kartosuwirjo sejak pertengahan tahun 1948. NII secara resmi diploklamirkan berdirinya pada tanggal 7 Agustus 1949.
Kartosuwirjo yang menjadi imam pertama NII membagi wilayah perjuangan NII menjadi tujuh komando wilayah (KW): KW 1: Priangan Timur (berpusat di Tasikmalaya meliputi Jakarta, Purwakarta, dan Cirebon); KW 2: Jawa Tengah; KW 3: Jawa Timur; KW 4: Sulawesi Selatan dan sekitarnya; KW 5: Sumatra; KW 6: Kalimantan; dan KW 7: Serang-Banten, Bogor, Garut, Sumedang, Bandung. Kemudian pada pertengahan 1970-an ada penambahan dua komando lagi, yaitu KW 8: Lampung, dan KW 9: Jakarta dan sekitarnya.[9] Setelah kematian Kartosuwirjo, kepemimpinan NII berpindah ke beberapa tangan, misalnya Adah Djaelani dan Ajeng Masduki.
Penyempalan kerap berlangsung dalam NII telah menyebabkan lahirnya beberapa fraksi. Beberapa aktivis senior NII yang menyempal telah bergabung dengan Majelis Mujahidin Indonesia (MII), antara lain Abu Bakar Ba’asyir, Abdul Qadir Baraja, Mursalin Dahlan.[10]
Beberapa contoh gerakan radikal di Indonesia :
1.      Keterlibatan kelompok laskar jihad dalam konflik agama di Ambon, Maluku.
2.      Razia dan perusakan tempat-tempat maksiat (bar, klub malam, hotel) oleh FPI.
3.      Keterlibatan beberapa anggota JAT dalam bom bunuh diri di Masjid Adz Zikro, komplek Mapolresta Cirebon.
C.    Faktor-faktor munculnya radikalisme di Indonesia
Gerakan radikalisme bukanlah sebuah gerakan yang muncul begitu saja, akan tetapi memiliki latar belakang yang sekaligus menjadi factor pendorong munculnya gerakan radikalisme. Diantara factor-faktor tersebut adalah:
1.      Faktor emosi keagamaan
Salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah sentiment keagamaan, seperti solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas untuk kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagai faktor emosi kegamaannya dan bukan agama (wahyu yang sebenarnya) walaupun gerakan radikalisme selalu mengibarkan bendera dan symbol agaman seperti dalih membela agama, jihad, dan mati sahid.
Dalam konteks ini yang dimaksut dengan emosi keagamaan adalah agama sebagai pemahaman realitas yang sifatnya interpretatif. Jadi sifatnya nisbi dan subyektif.
2.      Faktor kultural
Secara kultural, dalam masyarakat selalu ditemukan usaha untuk melepaskan diri dari jeratan jaring-jaring kebudayaan tertentu yang dianggap tidak sesuai. Sedangkan yang dimaksut faktor kultural disini adalah sebagai anti terhadap budaya sekularisme. Budaya barat merupakan sumber sekularisme yang dianggap sebagai musuh yang harus dihilangkan dari bumi.
3.      Faktor ideologis anti westernisme
Westernisasi merupakan suatu pemikiran yang membahayakan muslim dalam mengaplikasikan syariah Islam. Sehingga symbol-simbol barat harus dihanjurkan demi penegakan syariah Islam. Walaupun motivasi dan gerakan anti barat tidak bias disalahkan dengan alasan keyakinan keagamaan, tetapi jalan kekerasan yang ditempuh kaum radikalisme justru menunjukkan ketidakmampuan mereka dalam memposisikan diri sebagai pesaing dalam budaya dan peradaban.
4.      Faktor kebijakan pemerintah
Dalam hal ini pemerintah di negara-negara muslim belum atau kurang dapat mencari akar yang menjadi penyebab munculnya tindak kekerasan atau radikalisme. Sehingga tidak dapat mengatasi problematika sosial yang dihadapi umat. Disamping itu, factor media massa atau pers Barat yang selalu memojokkan umat Islam juga menjadi faktor munculnya reaksi dengan kekerasan yang dilakukan umat Islam.


[1] Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008).
[2]Adian Husaini, Nuim Hidayat, Islam Liberal: Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan, dan Jawabanyya, (Depok: GEMA INSANI, 2006),cet.ke-4, hal. 172
[3]  LibForAll Foundation, Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di
Indonesia, (Jakarta : The Wahid Institute, 2009), hlm 45-47.
[4] Zaki Mubarak, Genealogi Islam radikal di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 2008), hal. 110
[5] Zaki Mubarak, Genealogi Islam radikal di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 2008), hal. 116
                [6]Zaki Mubarak, Genealogi Islam radikal di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 2008), hal. 118-119
[7] Zaki Mubarak, Genealogi Islam radikal di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 2008), hal. 124
[8] Zaki Mubarak, Genealogi Islam radikal di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 2008), hal. 130
[9] Zaki Mubarak, Genealogi Islam radikal di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 2008), hal. 135
[10] Zaki Mubarak, Genealogi Islam radikal di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 2008), hal. 136